Untuk kamu,
malaikat bermata bulat..
Pertemuan kita, memang tidak pernah
direncanakan. Saat itu, baru saja aku mengangkat pensilku saat semua bulatan
sudah terisi penuh. Kamu, yang ada dibelakangku mencoba mengambil lembar
jawabku dan kamu berhasil. Aku sangat benci jika ada orang tanpa permisi
merebut begitu saja barangku. Dan kamu, termasuk orang itu. Seketika juga aku
berteriak. Tidak peduli siapa yg ada disekitarku. Karena aku dipenuhi emosi,
aku melotot padamu. Saat itu, aku begitu marah padamu.
Namun, saat mata kita bertemu. Aku merasa ada
yang lain di mata bulatmu. Wajahku yang merah pun segera padam. Lembar jawabku
sudah ada ditanganku. Aku pun segera berbalik dan.. menyesal!! Aku menyesal telah
marah padamu. Aku menyesal telah berteriak padamu. Rasa bersalahmu membuatku
lemah. Wajahmu seperti malaikat tak bersalah. Mata bulat mu masih berkeliaran
dalam ingatanku. Sampai saat ini…
Setelah kejadian itu, aku selalu penasaran
oleh sosokmu. Aku selau ingin tau apa saja tentang dirimu. Dimana kelasmu,
dimana rumahmu, siapa namau, apa saja tentang dirimu. Kita memang bukan teman
sekelas, kau dan aku, hanya kebetulan berada dalam satu kelas di suatu
bimbingan belajar. Namun aku menyukai kebetulan itu.
Aku selalu
menunggu kehadiranmu, malaikat bermata bulat…
Aku buru – buru turun dari bis Tempel-Jogja.
Diikuti teman – teman sekelasku yang lain, kami berlari – lari kecil menuju front office bimbel kami. Dan segera
menuju ke kelas. Perasaan penasaran akan sosok itu muncul lagi. Kali ini aku
menunggunya datang. Aku menunggu mata bulat itu. Dia selalu duduk dibelakangku.
Aku selalu tidak bisa duduk dibelakangmu karena kamu duduk di baris yang paling
belakang. Namun terkadang jika aku berbicara dengan teman yg ada di belakangku,
aku selalu mencuri – curi untuk menatapmu. Dan kadang mata kita bertemu. Namun
tak lama, karena baik kau atau aku, selalu sesegera mungkin mengalihkan tatapan
kita masing – masing. Aku terkadang tertawa kecil tanpa suara jika menyadari
hal itu.
Kadang tanpa kesengajaan saat kami (semua orang
dikelas) sedang berdebat, dan kau mengungkapkan pendapatmu, aku bisa
menyangkalnya dan meyakinkan teman yang lainnya dan tentor kami. Dan aku suka
itu. Aku suka ketika argumenku menang dan ia menatapku dengan putus asa.
Namun, saat tahun – tahun terakhir sekolah
kita hampir habis, aku jarang sekali melihatnya. Di pikiranku aku selau
bertanya, apakah kita akan bertemu? Tapi dimana? Kapan? Kemanakah kamu akan
melanjutkan sekolah? Akankah kita sekelas lagi? Dapatkah aku melihat mata
bulatmu lagi? Aku selalu tersiksa oleh
semua pertanyaan itu. Ingin sekali aku duduk di sampingmu sambil menatap
mata bulatmu dan kita berdua tersenyum saling menatap satu sama lain. Namun itu
hanya mimpi ditengah malam yang tak pernah menjadi kenyataan.
Dari aku yg selalu merindukan mata bulatmu….
0 komentar