Pages

Rabu, 22 Mei 2013

Tak Perlu Menunggu Untuk Dilukis




Angin berhembus pelan mengibaskan kain penutupku. Kutatap langit biru yang membentang luas di depanku lengkap dengan burung – burung yang mulai berimigrasi. Senja masih cukup lama, dengan begitu aku masih memiliki waktu untuk menikmati suasana damai ini. Diatas bukit ini, aku bisa melihat kanvas – kanvas di bawah sana. Mereka masing – masing telah memiliki warnanya sendiri. Bahkan mereka telah memiliki pelukis yang berkewajiban untuk melukiskan berbagai macam kehidupan. Salah satunya melukiskan kenangan sang pelukis dengan kanvas yang telah ia pilih untuk ia lukis. Mereka saling melukis. Mereka saling dilukis. Namun diantara kanvas – kanvas berwarna itu ada beberapa kanvas putih kosong, tak ada satu coret pun yang terlukis di sana. Namun ada juga kanvas penuh debu dan kusam. Kanvas itu kanvas milikku.

Sudah hampir setahun aku kehilangan sosokmu. Sosok laki – laki yang pernah melukiskan kenangan di atas kanvasku. Sebelumnya kanvasku ini benar – benar kosong. Tak ada satu coret pun yang terlukis disana. Putih, polos, tak ada warna. Hingga kamu datang membawa warna – warna indah itu. Kau lukiskan satu – persatu kenangan – kenangan itu. Kanvasku menjadi berwarna dan hidup semenjak kau memilih kanvasku ini. Hingga pada suatu saat kau lukiskan awan mendung dan hujan yang kemudian hujan itulah yang telah menghapus warna – warna darimu.

Seiring berjalannya waktu, Kini kanvasku kosong seperti awal sebelum aku mengenalmu. Aku tidak tahu siapa yang akan mengisinya kembali. Tapi aku juga tidak berharap banyak. Aku telah mencoba menarikmu kembali ke dalam kanvasku. Agar kau bisa dengan leluasa melukiskan kenangan baru untukku. Namun kamu telah berubah. Kamu yang sekarang tidak memiliki warna untuk melukis di atas kanvas kosongku. Mungkin sekarang kamu memiliki kanvas baru. Mungkin kamu telah memiliki kewajiban untuk melukiskan kenangan – kenanganmu di atas kanvas barumu. Mungkin kamu telah melupakan kanvasmu yang lama. Kau bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya. Apakah kamu tahu bagaimana kanvas lamamu sekarang? Apakah pernah kau memikirkannya? Setidaknya pernahkah dia melintas dalam benakmu? Biarkan aku memberitahumu. Penuh debu dan kusam, itu lah keadaannya sekarang. Tanpamu tak ada yang menyentuhnya hingga berdebu. Tanpamu, tak ada warna yang mengisi kanvas itu hingga warnanya kusam.

Kanvas lamamu telah mencoba mencari pelukis barunya. Agar dia bisa melupakanmu, sang pelukis pertamanya.  Namun apa yang terjadi? Sampai sekarang kanvasnya masih kosong. Entah apa sebabnya. Mungkin tak ada yang ingin membersihkan debu yang menutupi betapa putih dan bersihnya kanvas miliknya atau mungkin tak ada yang mau melukis kenangan baru di atas kanvas miliknya. Kanvas lamamu masih kusam dan berdebu sampai sekarang. Keadaannya sama seperti saat kau meninggalkannya. Sama seperti saat terakhir kali kau melukiskan hujan untuk menghapus warna – warnanya.

Lamunanku tentang kanvas dan sang pelukisnya pun lenyap seketika saat aku mendengar suara yang meneriakkan namaku. Setelah berhasil kembali ke dunia nyata, aku menengok untuk mengetahui siapa pemilik suara itu. Aku melihat mereka. Dengan senyuman khas mereka masing – masing, mereka melambaikan tangan ke arahku. Saat itu juga aku baru sadar, betapa beruntungnya diriku karena masih memiliki mereka, teman – teman yang selalu ada untukku selama ini. Aku pun bangkit dari tempat dudukku. Aku pun mulai tersenyum saat perlahan aku mulai menghampiri mereka. Senyumku semakin lebar dan langkahku semakin cepat saat cahaya matahari senja mulai menyelimuti banyanga mereka.

Langkahku meninggalkan jejak – jejak kaki diatas rumput hijau keemasan. Seiring dengan itu, kenangan tentang kisah cinta lamaku  pun ikut tertinggal bersama dengan jejak – jejak itu. Seakan beban tentang kenangan itu telah terlepas dari pundakku. Kini semuanya terasa ringan dan aku bisa bernafas lega. Akhirnya aku bisa melepaskan semua kenangan – kenangan lamaku dengan pelukis lamaku. Aku tidak ingin menunggu untuk dilukis. Selama aku bisa melukis untuk orang lain, aku akan ikut bahagia karena warna – warna yang kuciptakan untuk mereka. Dengan begitu, aku yakin mereka juga akan melukis kenangan – kenangan baru untukku. Kenangan baru tanpa ada awan mendung yang akan menghapus warna – warna yang kuciptakan sendiri maupun orang lain. Aku berjanji untuk menjaga kanvasku tetap hidup.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar